Sabtu, 08 Oktober 2011

PRODUKSI PERTAMA FILM DOKUMENTER KELAS XII IPS 2

     Film dokumenter berhasil diproduksi pertama kali oleh kelas XII IPS 2 dengan judul "ASAP DUPA" dikomandani mbak Avi dan beli Putu Surya lokasi shoting di rumah beli Putu dan pantai Blimbingsari. Kisah tentang si anak yang sedang dalam proses mencari jati diri...Menarik untuk dijadikan media apresiasi dan diskusi, bagaimana anak muda yang baru tumbuh berkembang berusaha mencari jati diri, jiwanya mengalami katharsis dan akhirnya mampu menemukan jati dirinya...
     Para crew yang masih dalam proses pembelajaran sinematografi mampu melahirkan film dokumenter yang berdurasi 30 menit, yang terpenting adalah semua crew akhirnya mengalami betapa beratnya bekerja sebagai artis film dan crew film. Dan ada kebanggaan tersendiri dengan alat yang sederhana mampu membuat sebuah karya sinema.
     Film dokumenter berikutnya yang akan diproduksi dengan judul "PRIYAYI"  kelompok kelas XII PA 1 dengan sutradara Acox alia Dhen Dian dan Mbak Dema sebagai pemeran utama, kisah ini akan    menggambarkan kehidupan keluarga darah biru yang selalu ingin dihormati tapi tidak mampu bersosialisasi dimasyarakat, akhirnya terjebak dalam keangkuhan...
     Selamat ya semoga kelas yang lain akan mengikuti jejaknya, selamat berkresiasi...berekspressi tanpa mengorbankan budaya lokal...., akulturasi pasti terjadi tapi kita harus mempertahankan budaya lokal dan nilai-nilai yang ada didalamnya....Menciptakan sebuah karya besar kalau mengorbankan budaya lokal tidak ada artinya, justru sebaliknya akan mengubur dalam-dalam budaya lokal secara perlahan dan akhirnya punah. Jangan hanya meniru kreatifitas daerah yang memang sedang mencari bentuk karena mereka tidak punya akar budaya asli contohnya tetangga kita kabupaten jember..., kalau Banyuwangi meniru Jember ini cermin yang memilukan, karena Banyuwangi sudah memiliki karakter budaya lokal "OSING" yang harus dilestarikan...kaya akan kreatifitas seni tari, seni musik, seni tata busana, seni teater tradisional, jangan tenggelamkan budaya lokal kita hanya karena tuntutan post modern, dan akhirnya akan membawa generasi mendatang berada dipersimpangan....Ternyata BEC dalam pelaksanaanya sangat bagus dan masih kental dengan budaya asli, gandrung masih dominan, kuntulan dan jaranan juga tersajikan, soal design costum post modern yang sebenarnya menarik hanya kental Brazilian dominan perlu kajian karena costum Brazilian cocok dipakai orang yang berpostur tinggi...dan kita berharap soal nama event perlu diubah menjadi  " BANYUWANGI OSING CARNIVAL "  lebih membumi dan tidak terkesan dari "J"  diubah "B" , perbedaan pemikiran dalam proses apresiasi seni pasti terjadi karena kita bukan mesin foto copy, kita adalah manusia yang diberi kelebihan untuk berani berpikir...